ASURANSI DALAM SUDUT PANDANG KONVENSIONAL VS ISLAM

Assalamu’alaikum wr wb

Salam sejahtera untuk kita semua

Topik bahasan kali ini berangkat dari keresahan hati lagi (elah mbak, resah terus)

Sudah lah, resah itu wajar dalam hidup, namanya juga manusia. Resah berarti peduli, lho. Bentuk kepedulianku salah satunya adala menuliskan rangkuman tentang perasuransian ini. Hasil diskusi hari ini aku rangkum menjadi sebuah bacaan ringan dengan harapan mudah untuk kita diskusikan 🙂

Asuransi berasal dari kata insurance yang berarti pertanggungan. Dimana satu pihak menjadi penanggung dan pihak lainnya menjadi tertanggung. Jadi jangan tanggung-tanggung ya bahasnya, eh, apasih. Hayuk, kembali serius. Berbicara tentang asuransi, fyi, pada tahun 2015 aku sudah lulus sertifikasi agen asuransi dan diakui AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia). Namun, aku akui, aku hanya cukup iseng dengan mengikuti pelatihan kemudian tes, sudah itu saja. Prospek? Belum pernah, hehe.

Pro dan kontra kita temui dalam setiap pembahasan asuransi. Sebenarnya apasih yang membuat asuransi itu diharamkan?

  1. Mengandung Gharar

Asuransi konvensional menggunakan akad Tijarah, atau mencari keuntungan, yang diambil dari Jual-Beli. Sedangkan jual-beli dalam Islam harus jelas dan berwujud, berbeda dengan asuransi yang tidak ada wujudnya. Ya, pihak penjual asuransi menjual janji, dan pihak pembeli asuransi juga membeli janji. Biasanya merupakan janji-janji manis berupa pelipat-gandaan keuntungan. Nah, janji inilah yang menyebabkan Gharar, atau ketidakjelasan adanya.

2. Mengandung Maysir

Maysir atau bermakna perjudian. Ada kalanya seseorang baru membayar Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) di premi pertamanya, kemudian ia mendapatkan uang pertanggungan sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu Milyar rupiah). Di sisi lain, ada yang puluhan tahun membayar asuransi namun tak kunjung mendapatkan hasil. Ya, sangat gambling atau bisa disebut untung-untungan.

3. Mengandung Riba

Dana yang terkumpul dari nasabah kemudian dipergunakan tanpa melihat ranahnya apakah itu sesuai syariah atau tidak. Jelas, bahwa Islam tidak memperbolehkan kita berinvestasi ke perusahaan-perusahaan yang mengandung mudharat, misal: perusahaan miras, perusahaan judi bahkan ada yang beranggapan perusahaan rokok pun dilarang dalam Islam.

Melihat alasan-alasan tersebut, membuat jelas bahwa jika ada asuransi yang mengandung ketiga alasan tersebut maka asuransi tersebut dilarang. Aku tidak bisa memberi justifikasi bahwa semua asuransi konvensional adalah haram. Ya, siapa yang bisa mengetahui, jika memang ada asuransi konvensional namun tidak mengandung ketiga alasan diharamkannya asuransi tersebut, why not? Tapi apakah ada ya, hehe.

Lantas, bagaimana dengan asuransi syariah? Ada yang beranggapan asuransi syariah tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Dikarenakan konsepnya sama, membuat manusia tidak lagi percaya dan tawakal terhadap kuasa Allah SWT lagi. Seolah-olah manusia menggantungkan jiwanya kepada asuransi. Hmm, pernah mendengarkan kisah sahabat Nabi yang bertanya apakah Untanya sebaiknya diikat atau tidak saat ia akan shalat berjamaah di Masjid? Ya, Rasulullah meminta sahabat untuk mengikatnya dahulu, kemudian pasrahkan kepada Allah. Bisa saja kita langsung bertawakal tanpa mengikat Unta tersebut dan memasrahkannya pada Allah. Namun, bukankah Allah juga meminta setiap hambaNya untuk berikhtiar terlebih dahulu sebelum bertawakal?

Kemudian kisah Umar saat diminta untuk memasuki daerah yang terserang wabah penyakit, Umar lebih memilih untuk menghindar. Bukannya tidak bertawakal. Umar percaya bahwa hidup, mati, sehat dan sakit memang pemberian Allah. Namun, manusia bisa mencoba menghindar dari takdir satu ke takdir lainnya. Seperti dalam kutipan Q.S Ar-Ra’ad (13): 11

لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ 

Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Ya, seseorang harus berikhtiar sesuai ikhtiar terbaiknya, jika tidak, Allah pun enggan mengubah keadaan seseorang tersebut. Tawakal itu wajib, ikhtiar sangat wajib.

Kembali ke pembahasan terkait asuransi syariah atau biasa kita sebut dengan Takaful. Takaful daam bahasa Arab memiliki pengertian menanggung, dan Takafuli ialah saling menanggung. Lantas bagaimana asuransi jiwa dalam sudut pandang Islam? Ya, asuransi jiwa bukan berarti menggadaikan jiwanya untuk asuransi, bukan berarti tidak bertawakal. Namun, suatu bentuk ikhtiar untuk ahli waris nantinya. Dalam Takaful, pembagian Family Takaful juga harus menggunakan hukum waris dalam Islam.

Jika melihat paragraf tentang asuransi konvensional, sebenarnya apa yang membedakan asuransi konvensional dengan asuransi syariah atau Takaful ini? Ya, sangat banyak. Perbedaan paling mendasar ialah terkait Akadnya. Akad Takaful dalam hal ini menggunakan akad Tabarru’, jadi tujuan utama Takaful ialah tolong menolong, bukan jual beli janji. Jika dalam asuransi konvensional ialah risk transfer alias pengalihan resiko, dalam Takaful ialah risk sharing atau pembagian resiko. Ya, setiap resiko yang ada ditanggung bersama para anggota asuransi.

Jika diibaratkan dalam satu RT (Rukun Tetangga), memiliki kesepakatan untuk mengadakan iuran rutin, apabila sewaktu-waktu ada warganya yang meninggal bisa diberikan sebagai santunan kepada warga yang berduka tersebut bisa untuk menyewa tenda, biaya pemakaman dan lain sebagainya. Namun, jika tidak ada yang meninggal? Bisa didiskusikan bagaimana penggunaan dana tersebut sesuai kesepakatan bersama warga. Lalu, bapak RT hanyalah sebagai operator alias mediator warga untuk saling tolong-menolong. Perihal akan ada pembagian hasil dan sebagainya dibicarakan bersama dan sesuai kesepakatan. Ya, begitu sekiranya konsep Takaful. Sehingga dalam Takaful pun lebih sering disebut sebagai “operator”. Selain akad tabarru, dalam pengelolaan dana Takaful juga akan memungkinkan adanya akad Tijarah, bisa berupa mudharabah, wakalah bil Ujrah dan bahkan waqf operation model.

Ingin rasanya mengetik panjang lebar hasil diskusi hari ini, namun sepertinya sudah tidak begitu sanggup. Ini sudah malam dan tugas masih menumpuk, hehe. Semoga diberi kesempatan sharing kedepannya ya. Salam tabayyun! wassalamu’alaikum ~azr


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *