MENJADI IBU YANG DIRINDUKAN

Assalamu’alaikum wr wb

Salam sejahtera untuk kita semua

Hari ini, Minggu 27 Januari 2019, aku menulis #30haribercerita ini malam, bada Isya. Mau nulis tadi siang ternyata tepar juga setelah ngelayab seharian.

Dari judulnya mungkin ada yang protes, “Halah, Nggi, nikah aja belum, udah cerita tentang jadi Ibu yang dirindukan”.

Hmm, warganet yang budiman, hari ini aku menyampaikan apa saja yang ustadzah Fauziah sampaikan di kajian hari ini, supaya sebagai pengingat diriku kelak dikemudian hari dan mungkin juga bisa menjadi inspirasi bagi pembaca sekalian. Gitu, ya.

Aku testimoni dulu terkait materi yang beliau sampaikan dan bagaimana beliau menyampaikan dengan begitu apik. Beliau mengawali kajian dengan meminta kami menuliskan kenangan tentang Ibu. Sontak, audiens (aku sih), tidak bisa menahan air mata. Entah, mungkin karena akhir-akhir ini manusia perantauan yang satu ini sedang begitu rindunya sama Mama. Walau setiap waktu chat, videocall tapi ternyata masih butuh pelukan Mama. Haha, mendadak melankolis ya. Serius, sesak banget rasanya, mata pun tiba-tiba mengalir deras. Sekarang sambil nulis ini pun masih nangis entah kenapa. Mungkin buat teman-teman yang mengenalku sebelumnya, aku bukan orang yang mudah menangis, bahkan sangat sulit menangis, ikut ESQ aja susah banget nangis padahal seluruh ruangan nangis. Tapi entah kenapa, hari ini beliau bisa membuat benar-benar pecah. Alasan malas nangis adalah satu, capek. Asli, habis itu capek banget rasanya, sesak. Tapi karena materi yang beliau bawakan begitu seru dan mengajak audiens aktif, aku terbawa lagi.

 

Materi tentang ibu itu ngga ada habisnya. Ada beberapa contoh sosok ibu yang dirindukan, seperti Siti Aminah Ibunda Rasulullah SAW, Maryam Ibunda Isa AS, Khadijah Ibunda Fatimah, dan lain sebagainya. Ya, anak yang hebat terlahir dari Ibu yang hebat. Maka dari itu, jadilah Muslimah yang berilmu untuk mendidik generasi-generasi berikutnya.

Oia, aku agak lama ngetik cerita kali ini, mohon dimaklumi ya, mata udah sembab, hehe. Islam memposisikan seorang Ibu begitu mulianya. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Baca selengkapnya (klik di sini)

“Ibumu, Ibumu, Ibumu, kemudian Ayahmu”

Menjadi Ibu tentunya bukan perkara mudah, membayangkan saja aku belum sanggup. Masih pecicilan begini, belum bisa memanage waktu dengan baik. Bagaimana bisa? Tapi harus belajar, sih. Bukan perkara mudah, tapi bukan berarti tidak bisa, kan? Ehe.

Ada 7 tips menjadi Ibu yang dirindukan versi Ustadzah Fauziah, yaitu:

  • Emosi Positif

Emosi positif harus dijaga mulai dari saat Ibu sedang mengandung atau hamil. Kalau dibayangin, pasti berat, diberi amanah lebih diperut, mungkin bawaannya bete terus. Tapi, ini fase yang menentukan sifat atau karakter anaknya kelak. Jadi, diharapkan Ibu-Ibu kalau sedang hamil selalu berpikiran positif, banyakin mengaji, dan manajemen stress harus baik, banyakin senyum. Sebesar apapun masalah yang dihadapi, harus happy. Tentunya ini harus didukung oleh Pak Suami dan juga lingkungan yang baik juga. Kalau kita menjadi mertua ya diharapkan mengurangi tingkat kecerewetan gitu, biar tidak mengubah mood Ibu hamil.

Fase yang menentukan kedua yaitu saat menyusui. Di sini Bonding yang kuat bisa terjadi. saat menyusui juga, emosi harus benar-benar di tata, banyakin baca shalawat biar adem. Oia, bonding yang kuat hanya terjadi saat ada kontak mata antara Ibu dengan anak. Di sini, jangan sampai sedang menyusui malah bermain smartphone, kurang-kurangi. Ajak anak ngobrol positif. Contoh, “Le, besok jadi anak yang shaleh ya. Jadi pemimpin yang baik” dan semacamnya. Ibu-Ibu pasti lebih paham bagaimana mengobrol dengan anak walau anak tersebut tidak mungkin menjawab. Pada fase ini fase trust or miss trust akan terjadi, jadi Ibu diharapkan lebih responsif terhadap anak.

Pada fase ini aku teringat Mama, tidak pernah marah, senyum terus, receh malah. Dan lantunan ayat suci yang beliau lantunkan begitu merdu, selalu membuat rindu. Serius kan, nangis lagi aku.

  • Energi Positif

Kisah Einstein waktu ia kecil didiagonisis autisme, dia dikeluarkan dari sekolah-sekolahnya. Namun, Ibu Einstein yang mampu menjadi pahlawannya. Memberikan energi positif beliau dan memahami beliau. Dimulai dari mengetahui apa yang Einstein suka dari main biola dan kemudian mahir, hingga akhirnya Ia juga mahir dalam Ilmu Pengetahuan lainnya.

Thomas Alpha Edison juga, dikeluarkan dari sekolah karena dinilai terlalu rusuh di sekolah dan dia di cap sebagai anak terbodoh. Namun, Ibunya berkata lain, terus memotivasi dan bilang ke Thomas, “Kamu adalah anak paling hebat”.

Dari beberapa contoh tersebut, seorang Ibu diharapkan mampu mengelola kata-kata supaya anak punya kekuatan positif dalam hidupnya. Oia, tadi aku sempat terjleb-jleb #apaseh ketika Roleplay, Roleplay 1, Ibu yang biasa namun penyabar dan mampu mengolah kata dan memberi perhatian kepada anak, dan Roleplay 2, Ibu yang beken dan seorang pengusaha ekspor impor namun anak kurang diperhatikan atau kurang waktu untuk anak. Maka dari semua itu Ibu dengan Roleplay 1 menjadi Ibu yang dirindukan. Sontak aku teringat Mama lagi, yang rela melepas pekerjaannya untuk fokus terhadap anak-anaknya, ya walau akhirnya tetap harus berjuang kerja lagi di saat anak-anaknya sudah siap. Sebenarnya bukan berarti Ibu bekerja itu buruk, tidak. Ada juga yang bekerja dan tetap bisa membagi waktu. Namun, ya perlu diingat bekerja itu tugas kedua, tugas utama ialah menjadi Ibu, dan istri tentunya. Ada kalimat yang mengena, “Percuma beken kalau anak kurang perhatian”.

  • Sentuhan Fisik

Dengan sentuhan fisik, sel-sel di otak akan merespon. Pelukan dan pijitan Ibu pasti dirindukan oleh anak-anaknya.  Dan ini yang membuat aku ingin mudik terus. Kalau hanya sekadar komunikasi, tiap hari pun bisa. Namun, pelukan dan ciuman Ibu itu memang beda sih, beda banget.

Misalnya lagi, saat anak pulang sekolah, mereka pasti capek, jangan langsung dimarahin untuk menaruh ini dan itu. Tapi peluk dulu dan cium atas kerja kerasnya dalam belajar hari ini. Ya, walau kadang anak bau pulang sekolah, jangan langsung seperti di barak militer disuruh mandi suruh ini suruh itu. Peluk dulu walau bau. Katanya gini, “Cintai anak tanpa syarat”, karena 5 detik sentuhan itu lebih baik dari 1000 kata.

  • Menjaga Kata Saat Marah

“Ucapan Ibu adalah doa”, pernah dengarkan kalimat tersebut? Ya ini alasan Mama dahulu saat benar-benar marah kepada Adik saat dia super bandel (aku juga), harus aku yang menghadapi. Takut keluar kalimat yang tidak baik dan terwujud. Akhirnya aku yang nasehatin, pernah mencoba marah sama adek, tapi tidak bakat, pasti galak adekku.

Ada yang perlu diperhatikan oleh Ibu-Ibu, antara lain:

  1. Jangan bilang sesuatu yang buruk tentang anak
  2. Jangan membanding-bandingkan anak dengan anak lain
  3. Saat emosi, diam dahulu, kasih jeda. Kalau perlu mandi biar seger dan lupa kalau mau marah.
  4. Hindari smartphone
  5. Kalau anak pulang dan laporan nilai jelek, jangan langsung dimarahi. Hampiri anak dan sampaikan, “Nak, yang sabar ya kamu..” mereka sudah capek belajar seharian, ditambah omelan orang tua, takut meledak nantinya. Biar anak lebih semangat lagi dalam belajar.

Jadi ingat, waktu aku tidak mau belajar saat menjelang UNAS SMP dan ada Ibu-Ibu tanya, waktu itu aku malah ikut jaga kios handphone Mama, “Bu, Anggi ngga belajar? Kan besok UNAS”. Ibuku menjawab, “Iya, gak apa-apa, nanti meledak kebanyakan belajar.”, senang sekali dong aku waktu itu dibela, hehe. Kebayang kan kalau waktu itu Mama terbawa suasana dan marah karena aku tidak belajar? Dan hasilnya tidak mengecewakan Mama, kok. Matematika masih diangka 90 dan semuanya tidak ada yang dibawah 80.

  • Sahabat Anak

Ya, Ibu harus bisa menjadi tempat curhat anak. Ada beberapa teknik menjadi sahabat anak, antara lain:

  1. Menjadi pendengar yang baik

Dengerin dulu semuanya, jangan memotong. Fitrahnya di sini, Bapak menjadi penegak disiplin, jadi wajar kalau bicaranya sedikit, dan Ibu yang harus mampu bicara banyak, tapi setelah selesai mendengarkan keluh kesah anak. Karena tidak semua yang ada dipikiran kita sama dengan anak kita. Manusia diciptakan dengan 2 telinga dan 1 mulut, supaya banyak mendengar ketimbang berbicara.

  • Terima dulu ceritanya

Ya, terima dulu ceritanya, lanjutkan dengan diskusi.

Misal, anak melakukan kesalahan, jangan langsung dijudge, “Wah, dek, itu dosa, masuk neraka loh.” Pasti setelah itu, anak melakukan kesalahan tapi tidak bilang-bilang lagi. Jadi, tidak ada kesempatan seorang Ibu untuk menasehati perlahan.

  • Katakan Cinta

Walau kadang perhatian itu dibutuhkan, tapi ternyata mengungkapkan juga penting. Jangan sampai kering otak limbiknya karena kurang ungkapan kasih sayang.

  • Sentuhan Rasa

Nah, ini mungkin terjadi pada sebagian wanita yang tidak bakat masak. Seni memasak itu perlu, serius. Kalau pun awalnya ngga enak, kata orang-orang nih, lambat laun kalau sering mencoba, mendengar kritik dan saran, pasti bisa kok karena terasah. Awal-awal coba aja searching di youtub atau buka profil Cookpad aku (lah malah promosi), lama-lama ngga perlu takaran lagi, sudah main feeling. Beda lah pasti, masakan restoran mahal sekalipun dengan masakan Ibu, kan masaknya dengan cinta, ehehe.

Sudah, 7 tipsnya. Panjang banget ya, ini udah ku singkat dengan sedemikian rupa. Tidak mudah memang, bagiku sangat sulit, tapi katanya sulit bukan berarti tidak bisa, kan? Namun, sungguh, menulis kali ini cukup berat, ingat semua tentang Mama, berarti Mama aku memang sukses menjadi Ibu yang dirindukan. Ya, benar, beliau sangat apik memanage emosi, manage energi, sering meluk dan cium, tidak pernah berkata kasar sama sekai, sahabat aku banget, dan suka bilang cinta walau aku yang duluan sih, ehehe. Dan yang terakhir, walau Mama bilang ngga suka masak, tapi bagiku beliau terbaik kok, masakannya enak walau lebih enak masakanku #eh. Nggak, beliau yang mengajarkanku dahulu, aku sering lupa resep kalau masakan yang aneh-aneh, beliau yang ngga suka masak saja hafal, walau seringnya bilang gini, “Ya udah bebas, selera yang masak aja”. Nah, loh. Mam~ aku kangen, banget. Semoga suatu saat bisa punya kesempatan sering mudik ya, Mam. Anggi rindu.



Posted

in

,

by

Comments

3 responses to “MENJADI IBU YANG DIRINDUKAN”

  1. IDM Avatar

    Mamahku jugaaa 😍

    1. anggiazai Avatar
      anggiazai

      Mama memang terbaek :*

  2. […] halnya dengan cerita tentang menjadi Ibu yang dirindukan (klik di sini), ketika marah, kontrol emosi, beri sedikit jeda. Nah, waktu mengajar, ada berbagai kondisi kenapa […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *