HUJAN DAN HUTANG: SEBUAH OBROLAN (AGAK) RINGAN

Assalamualaikum wr wb

Salam sejahtera untuk kita semua

Hari ini Kamis, 24 Januari 2019 pukul 21.00 WIB aku mulai menulis #30haribercerita ini

Berbincang terkait rutinitas hari ini masih sama, hanya saja bedanya kemarin fisik dalam kondisi kurang baik karena mengajar di kondisi tanpa AC itu (klik di sini untuk cerita kemarin) tapi alhamdulillah, puji syukur, hari ini mengajar di SMA N 11 Surabaya dengan kondisi AC yang baik dan anak-anak yang baik. Lupa semua kelelahan kemarin, hanya saja hari ini lelah di pipi, karena pegal ketawa sepanjang pelajaran. Duh, dek, kalian kuat sekali. Terima kasih.

Lanjut lagi mengajar sore hingga malam hari. Nah, yang unik dalam mengajar kali ini karena harus pindah cabang dibersamai dengan hujan badai. Jemursari-Rungkut sebenarnya jika menggunakan motor normal hanya 15 menit, namun, hujan badai memaksa kami menggunakan mobil. Alhamdulillah, ditraktir grabcar oleh mas kepala cabang. Dikarenakan berangkat sama mas kacab, jadi obrolannya terkait lembaga, eh ngobrol jaman kuliah juga sih, karena kebetulan kami seangkatan dan satu kampus. Nah, waktu aku ngobrol dengan driver grabnya, driver grab selalu membahas lembaga dan membuat perbandingan dengan lembaga lain, bukan bermaksud membaik-baikan lembaga sendiri tapi memang lebih baik, lah. Hingga pada akhirnya, obrolan ringan membawaku bercerita tentang kasus salah satu lembaga yang dahulunya berjaya kemudian hancur karena manajemen hutang yang kurang baik. Padahal, dahulu pas waktu aku menjadi mahasiswa, beliau termasuk dalam daftar orang yang memotivasi, loh. Tapi ya, gitu, motivasinya ialah “hutang” dan “hutang”. Hingga akhirnya lembaga tersebut pailit dan menurut beberapa sumber yang aku baca, kepemilikan sekarang bukan beliau lagi.

Hingga akhirnya bapak driver menceritakan kisahnya, bermula dari bercerita bahwa anaknya sekarang sudah menduduki semester 8 di UBAYA (Universitas Surabaya) jurusan Farmasi, universitas ini tergolong mahal untuk biayanya, tapi beliau keren, bertanggung jawab penuh. Biayanya kurang lebih Rp 15 juta persemester. Wah, bisa bayar kuliah magisterku satu tahun. Kalau jaman S1 dahulu, aku bayar kuliah hanya Rp 705ribu/semester, wah, bisa sampai biaya sepuluh tahun di kampus, pikirku. Ya, beliau berpikir bahwa pendidikan ialah investasi, sih. Beliau juga dahulu bekerja di bagian Farmasi. Hingga akhirnya beliau bercerita tentang bosnya dan hikmah dibalik manajemen hutang.

Dahulu, bosnya memiliki kantor hanya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan gaji karyawan dan bayar bunga bank, ya biaya hidup sekadarnya juga bisa. Namun, kiprah bos beliau adalah di investasi bangunan. Bosnya ini keren sih kalau aku bilang, manajemen hutang dan investasinya keren, awalnya. Ia memulai dari modal membeli ruko pinggir jalan sebesar Rp 400jutaan, kemudian sekitar 2-3 tahun di jual sudah lebih dari Rp 700juta, dan itu dia gunakan untuk jaminan hutang lagi, setelah itu di takeover hutang tersebut juga untuk membeli ruko-ruko lain, hingga singkat cerita ruko yang ia beli cukup banyak hingga bank mau memberinya pinjaman sebesar Rp 70 Milyar. Wow, angka yang fantastis pasti disertai bunga bank yang fantastis juga. Dengan seluruh ruko yang ia miliki sebagai jaminannya. Bisa dipastikan nilainya diatas pinjamannya tersebut. Namun, naas, baru selang beberapa hari setelah perjanjian dengan bank tersebut, si boss meninggal. Dan, seluruh saudara, bahkan istri dan anaknya juga tidak ada yang mampu membackup. Singkat cerita, setelah 13 tahun menanam ruko-ruko itu, seluruh yang ia miliki kini pun tersita. Hal ini dikarenakan beliau wafat dengan meninggalkan hutang yang tidak ada yang mampu bayar bunga yang tidak sedikit itu dan tentu cicilannya juga.

Pelajaran apa yang bisa kita petik?

Oia, misalkan aku tidak membahas soal baik-buruknya di akhirat dahulu. Walau pasti sangat banyak yang bisa dibahas ketika dikaitkan dengan ekonomi Islam. Tapi mari kita bahas pelajaran terkait manajemen aset dan hutangnya dahulu. Ialah terkait kesiapan kita membackup aset ketika ada force majure. Ya, manusia tidak akan tahu apa yang akan ia hadapi. Jadi, penting sekali kerjasama dengan berbagai pihak, utamanya ahli waris nanti. Mereka masih cukup beruntung sih aku katakan, bahwa beliau tidak hanya meninggalkan hutang tapi sudah meninggalkan asuransi untuk kehidupan istri dan anak-anaknya, walau masih harus menerima kenyataan bahwa aset yang mereka miliki harus ludes. Setidaknya menjadi pelajaran kita bersama. Ya, umur manusia tidak ada yang mengetahui. Bekerja terus menerus mengejar dunia pun tidak akan pernah usai kok. Betapa kejam hutang jika tidak sesuai syariat, kalau bisa dihindari ya.

Kemudian, sepanjang obrolan kami, tak terasa kami sudah sampai ke cabang Rungkut, selesai lah cerita hari ini bersama bapak driver. Semoga sehat-sehat terus ya pak dan tetap bermanfaat. Salam semangat! ~azr



Posted

in

,

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *