BIAYA PELUANG

Assalamu’alaikum,

Salam sejahtera untuk kita semua

Selamat berakhir pekan rekan-rekan pembaca #30haribercerita di equilibrium web ini. Sengaja post pagi-pagi dikarenakan mungkin seharian tidak bisa menyentuh website. Weekend libur kerja, memang (Minggu doang sih lebih tepatnya). Kuliah juga belum mulai masuk dan belum ada tugas (yaiyalah). Namun, rutinitas weekend seorang freelance fotografer di-weekend biasanya dipenuhi dengan moto-moto aja, nih. Foto wedding dan pre-wedding seringnya ya pas libur-libur begini. Jangan nanya kapan difoto balik ya.

Back to the topic. Hari ini temanya masih seputar dunia perekonomian, jika kemarin aku telah bercerita tentang manusia yang berakal dan dua hari yang lalu aku telah bercerita tentang prinsip ekonomi, hari ini aku ingin bercerita tentang biaya peluang. Biaya peluang atau yang kerap kita sebut dengan opportunity cost. Apaan seh, mbak? Kok Ngenggres. Lah, ya itu pokoknya. Biaya peluang ini merupakan biaya yang kita korbankan ketika kita memilih suatu keputusan. Ibarat makan buah simalakama, pasti tidak bisa semua kita penuhi, ada yang harus kita korbankan.

Mengatasi pengangguran atau mengatasi inflasi pun pilihan, kok. Ada suatu kondisi jika negara ingin membuat kebijakan untuk mengatasi pengangguran, dan kemudian pengangguran dapat teratasi dengan baik, pasti inflasi terjadi.

“Lah, kok bisa?”

Hayoo, pengertian inflasi apa?

Ya! Kenaikan harga yang terjadi secara terus menerus dalam suatu periode

Kenapa harga bisa naik?

Ya karena permintaan naik

Kenapa permintaan naik?

Ya karena orang-orang punya duit, kan udah ngga nganggur lagi

Coba kalau banyak pengangguran, ngga ada duit, kan kalem-kalem bae di rumah, ngga akan terjadi inflasi, beres

Jadi pilih mana, mengatasi inflasi atau mengatasi pengangguran? Hehe

Biaya peluang selain pada penerapan di negara, biasanya penerapannya lebih kepada diri kita pribadi. Bagaimana kita mengambil keputusan kemudian bisa merelakan apa yang tidak kita ambil. Biaya peluang yang pernah aku lakukan ialah dulu soal mengambil pekerjaan. Aku mungkin memang belum pernah merasakan melamar kerja secara serius, tapi aku pernah kok merasakan dilema untuk memilih tawaran pekerjaan. Ketika ditahun 2017 awal aku memutuskan untuk resign dari pekerjaan lama aku, dari sekian pilihan, yang membuat ku dilema ialah informasi pekerjaan di Surabaya dan tawaran pekerjaan di Bandung. Pekerjaan di Surabaya yang aku ambil, ya mengajar hingga saat ini. Sedangkan tawaran pekerjaan di Bandung waktu itu ialah mengelola Koperasi yang ada di sana. Dilema? Ya dilema banget.

Saat itu aku sudah mulai prakontrak dengan pekerjaan di Surabaya, kemudian rekan-rekan Bandung berkunjung ke Surabaya dan kita berdiskusi. Mereka menawarkan sesuatu yang sangat menarik untuk ku. Disatu sisi aku sudah cukup nyaman karena aku sudah mulai prakontrak dengan pekerjaan di Surabaya yang notabenenya tidak terlalu memakan banyak waktu dan tenaga jika dibanding pekerjaan-pekerjaan sebelumnya. Di sisi lain, ada tawaran pekerjaan dengan iming-iming gaji dan jabatan lebih tinggi dan mungkin pengalaman yang lebih luas lagi juga di Bandung, namun mungkin akan makan waktu dan tenaga juga sama seperti pekerjaan aku sebelumnya.

Hingga akhirnya aku putuskan untuk tetap mengabdi di Surabaya dan melepaskan tawaran di Bandung. Ya tawaran di Bandung ini yang disebut dengan biaya peluang. Terkadang, biaya peluang bisa lebih besar ketimbang pilihan kita. Namun, tidak semua biaya kita putuskan karena nominal, ada juga faktor lain seperti kenyamanan dan kebahagiaan. Berat? Ya pasti. Tapi kita hanya manusia biasa yang tidak mungkin bisa handle seluruh pekerjaan dalam satu waktu. Jadi pengorbanan pasti akan ada.

Bagaimana cara mengikhlaskan? Ya, just do your best di tempat terbaikmu sekarang. Jangan pernah menyesal dan akhirnya membanding-bandingkan. Ingat, dulu dari sekian banyak pilihan itu pun kamu sendiri kok yang pilih. Tetap bersyukur ya, semangat! ~azr


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *