Kata mendoan dianggap berasal dari bahasa Banyumasan, mendo yang berarti setengah matang atau lembek. Mendoan berarti memasak dengan minyak panas yang banyak dengan cepat sehingga masakan tidak matang benar. Bahan makanan yang paling sering dibuat mendoan adalah tempe dan tahu. (sumber: Wikipedia)
Tidak berbeda dengan Banyumas, di wilayahku Kebumen pun menjadi makanan favorit yang selalu ku cari saat mudik tiba. “Manusia setengah mendoan”, katanya. Well, the perfect moment ialah ketika kita sedang makan di pinggir pantai, menikmati hembusan angin sembari menikmati pecel dan tempe mendoan hangat, hmm. Jadi ingin mudik lagi.
Wikipedia menjelaskan bahwa mendoan bisa terbuat dari tempe maupun tahu, tapi bagiku tempe mendoan ialah yang terbaik. Berbicara tentang tempe mendoan ini, sebenarnya kita bisa berbicara tentang filosofi hidup. Dari definisi mendo tadi ialah “setengah matang”. Jika dikaitkan dengan kehidupan, tempe mendoan sama saja “kegagalan yang berhasil”. Kenapa gagal? Ya karena dia setengah matang, dia belum tuntas menjalankan perannya. Namun mengapa kita sebut berhasil? Karena jika tempe tersebut matang nantinya, justru dia tidak akan disebut dengan tempe mendoan lagi. Dia hanya akan kita sebut tempe goreng, itu saja. Kenikmatannya pun berkurang. Apabila kita mampu memetik hikmah dari filosofi mendoan ini, mungkin hidup kita akan lebih banyak bersyukur.
Terkadang banyak kejadian di dunia ini tidak sesuai ekspektasi kita. Kita menganggap semuanya biasa-biasa saja. Kemudian mengeluh. Kita sering menganggap bahwa kehidupan orang lain lebih “matang” daripada kita. Postingan-postingan kebahagiaan membuat kita semakin terpuruk. Hmm. Pepatah lama mengatakan, “Urip iku wang siwang”. Kita akan melihat rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di lahan kita. Tanpa kita mau peduli bagaimana orang tersebut merawat rumput tersebut. Pagi, siang, sore dan malam yang mereka korbankan mungkin kita tak pernah melihatnya. Kemudian melihat cermin dan ingin membelah cermin tersebut padahal buruk rupa kita. Hai, guys. Yuk, kembali lagi, apa yang kita lihat belum tentu yang terbaik. Seperti filosofi mendoan tadi, siapa tahu justru yang kita anggap “tidak matang” ini adalah jalan terbaikNya. Jalan yang Ia pilihkan untuk kita mencapai keistimewaan rasa seperti tempe mendoan.
Yuk perbanyak bersyukur. Bukan bahagia yang membuat kita bersyukur, tapi bersyukurlah maka kita akan bahagia. Salam kasih ~ azr
by
Tags:
Comments
One response to “#03 FILOSOFI MENDOAN”
-
[…] #03 FILOSOFI MENDOAN […]
Leave a Reply