Secularism (n) is the principle of separation of the state from religious institutions. (Oxford English Dictionary)
Sekularisme (n) adalah paham atau kepercayaan yang berpendirian bahwa paham agama tidak dimasukkan dalam urusan politik, negara, atau institusi publik. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Negara sekuler adalah salah satu konsep sekularisme, di mana sebuah negara menjadi netral dalam permasalahan agama, dan tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak beragama, dengan kata lain negara tidak dapat masuk ke dalam kehidupan pribadi agama setiap warganya. (Wikipedia)
Sebenarnya, positif atau negatif kah paham sekularisme ini?
Sumber Gambar: dakwahkendari.com
Ada kondisi dimana seseorang akan berkata, “Ngapain sih, bawa-bawa agama?”, “kita kan Indonesia, ngga cuma satu agama aja, biar tidak terjadi perbedaan jangan bawa-bawa agama dong!”
Kondisi tersebut biasa kita jumpai saat masuk ke dunia politik dalam sebuah negara. Ada anggapan bahwa dengan membawa agama, atau dengan artian kita membuat suatu kebijakan dengan berlandaskan agama yang kita anut, kita akan dinilai rasis nantinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Rasis atau Rasialis (n) yang mempertahankan perbedaan (dalam politik, sosial, ekonomi) ras, suku, bangsa, hak suku-suku bangsa; orang yang menganut rasialisme. Sehingga oleh orang-orang yang menganut sekularisme ini, kita diminta untuk tidak menjadikan agama sebagai landasan untuk berpolitik, supaya tidak rasis dan bisa lebih toleran, katanya. Tentu hal tersebut akan bertentangan dengan para penganut agama yang taat. Segala sesuatu dalam kehidupan mereka bertopang pada tiang agama.
Memang tidak akan habis jika berbincang tentang kaum agamawan dan sekularis ini. Namun, saya ingin membawa pembaca menuju masa lampau, tentang mengapa dan bagaimana paham sekular ini muncul.
Awal kemunculan sebuah paham ini awalnya pasti karena ada alasan yang baik. Begitupun dengan paham sekularisme. Sekularisme muncul dengan tujuan menyelamatkan orang-orang dari agama yang akan membatasi pemikiran. What? Agama membatasi pemikiran? Mungkin akan ada sebagian yang tidak sepakat dengan hal tersebut. Saya pun tidak sepakat. Sebagai Muslim yang memang berpegang pada Al Quran dan As Sunnah, namun menurut saya Al Quran dan Hadist walau menjadi pedoman tapi tidak membatasi pemikiran saya, semuanya bisa dikaji secara ilmiah dan itu logis.
Namun, kita crosscheck dulu awal mula sekularisme muncul. Dosen Filsafat Ilmu Ekonomi Islam Universitas Airlangga, Ari Prasetyo, menceritakan bahwa ternyata awal mula paham bukan lah di Timur Tengah, bukan tentang perdebatan menentang agama Islam. Namun, ternyata paham ini muncul dari Barat (Eropa). Saat Romawi runtuh dan kekuasaan jatuh di tangan Gereja. Saat itu ada satu tokoh, Copernicus dengan pemikiranya yang berbeda dengan Gereja sehingga ia harus menghadapi hukuman, ia dipasung. Gereja menyebut bumi sebagai pusat tata surya, sedangkan Copernicus menjelaskan bahwa matahari lah sebagai pusat tata surya. Semua penganut Gereja saat itu dinilai oleh Copernicus telah terbatasi pemikirannya karena agama mereka. Sehingga ia tidak ingin lagi agama hadir dalam pemikiran manusia.
by
Tags:
Leave a Reply